Penulis: Dhona Maria Ananda
Sumber: canva |
Teman-teman, idola merupakan salah satu hal yang dapat mempengaruhi bentuk kehidupan seseorang. Oleh karena itu, jangan sampai salah memilih idola karena kehidupan seorang fans biasanya banyak yang berakhir seperti panutannya. Hal tersebut pun berlaku di dalam dunia tulis menulis. Biasanya, gaya bahasa dan alur cerita tulisan sangat dipengaruhi oleh idola sang penulis, baik disadari atau tidak. Itulah kekuatan dan kelebihan seorang idola atau influencer. Nah, artikel kali ini akan menceritakan siapa idola Donna Maria Ananda, apa jenis tulisan yang diminati beserta alasannya. Semoga dapat menginspirasi!
Siapa Idola Donna Maria Ananda?
Kalau boleh saya jujur menjawab, saya tidak memiliki penulis idola. Kenapa? Pertama, karena saya membaca beragam jenis buku dan mengagumi setiap penulisnya. Penulis memiliki ciri khas masing-masing dalam menceritakan atau menggambarkan apa yang ingin ia sampaikan, terlepas dari genre apapun. Contohnya: Asma Nadia, Indari Mastuti, James Redfield, Karl May, dan lain sebagainya.
Kedua, karena saya khawatir kecewa apabila mengidolakan manusia. Semua manusia pasti tidak ada yang sempurna. Untuk saya mengagumi secukupnya dan menghargai karyanya adalah bentuk penghormatan atau apresiasi secara tulus.
Ketiga, karena menulis merupakan ajang terapi atau self healing dari trauma masa kecil saya. Kehilangan sosok ibu, jauhnya sosok ayah, dan sebagai survivor sex child abuse adalah sesuatu yang sangat berat saya alami. Menulis membuat beban yang saya rasakan menjadi lebih ringan, apalagi kalau dibarengi dengan uraian air mata, sangat membuat dada ini lega.
Apa jenis tulisan yang diminati Dhona Maria Ananda? Fiksi atau Non-Fiksi?
Saya gemar sekali membaca tulisan fiksi, tapi kalau harus menulis saya lebih memilih non-fiksi, hehe. Kenapa? Kembali lagi kepada cerita latar belakang saya, tulisan fiksi membuat saya seperti pergi ke dunia lain. Memang tampak seperti melarikan diri sejenak dari kenyataan hidup, tapi saya membutuhkannya. Iya, terhanyut dalam imajinasi atau khayalan, membayangkan diri terlibat dan berpetualang di cerita tersebut membuat saya melupakan trauma masa kecil sejenak. Menyenangkan rasanya seolah-olah dapat berubah menjadi sosok baru dengan cerita kehidupan lain.
Sumber: canva |
Contohnya ketika saya membaca novel Manuscript Celestine dari James Redfield yang menceritakan tentang petualangan menemukan manuskrip berisi 9 wawasan yang dapat mengubah tatanan kehidupan manusia selanjutnya. Atau novel Dan Damailah di Bumi karya Karl May yang menceritakan petualangan berkunjung ke berbagai penjuru dunia dengan mengangkat prinsip kemanusiaan tentang keberagaman suku bangsa dan budayanya.
Sumber: canva |
Nah, kalau saya yang disuruh menulis, buru-buru saya ambil jalur non-fiksi agar pikiran saya tetap membumi, tidak terlalu berkhayal tingkat tinggi. Entah kenapa, mengingat latar belakang saya, menulis cerita fiksi membuat nyali saya sedikit menciut. Ada kemungkinan bahwa saya akan lebih betah tinggal di dalam cerita fiksi atau dapat membawanya ke dunia nyata, jadi saya menghindarinya, hehe.
Menulis non-fiksi membuat saya fokus atau aware terhadap hal-hal faktual yang terjadi di sekitar. Menulis non-fiksi juga membuat saya belajar untuk bercerita dengan kejujuran atau apa adanya, tanpa memikirkan alur cerita atau reka adegan. Selain itu, menulis non-fiksi memberi kesempatan saya untuk berbagi inspirasi mengenai pengalaman dan informasi yang bermanfaat. Dengan begitu secara tidak langsung saya sudah dapat menolong dengan memberi solusi bagi orang yang membutuhkan. Harapannya tulisan saya juga kelak dapat menjadi investasi di akhirat. Aamiin.
Nah, Teman-teman, kira-kira begitulah secara singkat cerita mengenai idola dan jenis tulisan yang diminati seorang penulis baru, Donna Maria Ananda. Semoga bermanfaat, ya!
Plamdemic Growth YouTube Channel: Donna Maria Ananda
No comments:
Post a Comment